Searching...
Saturday, 29 September 2012

Menguap itu menular?

Dahulu para ilmuwan menganggap bahwa menguap hanya dilakukan seseorang untuk memaksimalkan pemasukan oksigen ketika tubuh orang tersebut sedang kekurangan pasokan oksigen seperti ketika mengantuk dan akan beranjak tidur. Namun teori ini tampaknya perlu mendapat revisi karena penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kita juga dapat secara spontan ikut menguap ketika melihat orang lain yang sedang menguap walaupun kita sedang dalam keadaan yang tidak kekurangan oksigen.

 

Menguap akan terus kita lakukan secara spontan sepanjang hidup kita. Bahkan, sejak janin kita sudah mulai menguap dalam rahim tepatnya pada minggu ke-11 setelah pembuahan. Bukan cuma kita, hampir semua hewan vertebrata juga dapat menguap, termasuk juga ular dan kadal. Namun menguap yang menular hanya terjadi pada manusia, simpanse dan mungkin juga anjing yang telah terbukti melakukannya. 

Jika anda melihat seseorang menguap, rasanya hampir tidak mungkin mencoba menahan untuk tidak ikut menguap. Bahkan hanya dengan membaca tulisan tentang menguap seperti tulisan pada posting ini pun sudah dapat membuat anda ikut menguap juga. 

Awalnya, para ilmuwan sendiri masih tidak dapat menjelaskan dengan pasti alasan mengapa kita menguap ketika melihat orang lain menguap. Namun, sekarang sebuah studi terbaru sudah dapat menjelaskan mengapa menguap dapat menular dengan pengaruh yang sangat kuat. 

Penelitian ini menunjukkan bahwa ikut menguap ketika orang lain sedang menguap adalah tanda empati dan merupakan bentuk ikatan sosial. Karena penularan emosi tampaknya telah menjadi insting utama yang mengikat seseorang dengan yang lainnya. Sehingga tampaknya menguap mungkin juga merupakan bagian dari hal tersebut. Seperti kita akan ikut tertawa dan menangis ketika sahabat kita melakukannya, menguap juga menular dengan cara yang serupa. 

Para ilmuwan telah berteori bahwa menguap yang menular adalah pengalaman bersama yang akan meningkatkan ikatan sosial. Secara khusus, dapat menyebarkan dan saling berbagi rasa stres atau rasa tenang pada suatu kelompok. Studi ini juga menemukan bahwa anak-anak tidak mengembangkan perilaku ini (ikut menguap ketika melihat orang lain menguap) sampai mereka berusia sekitar empat tahun. Sedangkan anak-anak dengan autisme hanya memiliki kemungkinan 50% untuk dapat menunjukkan perilaku ini dibanding dengan mereka yang normal, bahkan dalam kasus yang paling parah, mereka tidak pernah melakukannya. Oleh karena itu, kini menguap juga dapat membantu dokter dalam mendiagnosa gangguan perkembangan pada anak.

0 comments:

Post a Comment